Perlindungan Keuangan Masa Depan

Seorang ibu terlihat begitu gelisah saat keluar dari ruang dokter yang menangani suaminya. Liburan akhir tahun yang mestinya menyenangkan, berakhir dengan kegalauan. Baru saja ia dan keluarga menginjakkan kaki di Jakarta dari Australia, sang suami terserang stroke.

Hal yang segera membebani pikiran ibu itu adalah biaya rumah sakit dan ini yang lebih berat, kemungkinan kehilangan pendapatan potensial di masa dating jika terjadi hal paling buruk pada suaminya. Ia sendiri, sejak menikah dan punya anak, hanya ibu rumah tangga. Layaknya keluarga kelas menengah lain, mereka tentu punya tabungan. Namun ,” Jauh dari cukup,” katanya. Terlebih sebagian tabungan baru mereka pakai untuk liburan.

Kebingungan ibu 3 anak ini bertambah karena kantor suami, belum menyediakan tunjangan asuransi jiwa, kesehatan dan pension. Musibah ini seperti menyadarkannya, betapa pentingnya asuransi untuk melindungi diri disaat ada kejadian seperti kecelakaan, sakit, kematiaan, atau sebagai program perencanan keuangan di masa depan.

Sejatinya, dari sisi kemampuan membayar polis asuransi, pasangan itu tergolong mampu. Hanya, sang suami termasuk yang tak hirau terhadap kebutuhan seperti itu. Dalam pemahamannya, membayar polis asuransi Cuma membelanjakan uang dengan manfaat yang tak bisa segera dirasakan seperti kalau berinvestasi dengan deposito, membeli properti, atau emas. Lebih-lebih ia berpikir, tak setiap hari jatuh sakit atau mengalami resiko.

Kisah di atas mencerminkan kasus-kasus dimanapun di dunia, termasuk Indonesia. Masyarakat di Negara sedang berkembang belum sepenuhnya memahami asuransi, produk maupun perusahaannya. Indonesia adalah contoh paling nyata. Pertumbuhan industri ini di sini cenderung datar. “ Selamakwartal ketiga 2006 lalu, penetrasi industri hanya 14 persen dari total penduduk Indonesia,” kata Adi Purnomo, Vice Presiden Director PT Asuransi Jiwa Manulife Indonesia.

Jika penduduk Indonesia berdasarkan data 2004, ada 22o juta, artinya baru 31 juta orang terlindungi asuransi. Itupun hanya 6 persen dari angka itu yang membeli polis individu karena kebutuhan. Sisanya, lebih karena hubungan kerja ataupun melalui asuransi kumpulan.

Pemerintah sendiri sangat serius menangani pertumbuhan industri asuransi. Melalui PP no. 63 tahun 1999, pemerintah mengharuskan modal perusahaan ditingkatkan untuk mendukung kenyamanan para pemegang polis. “ Minimal 100 miliar merupakan modal sendiri dan bukan modal setor,” tambah Adi Purnomo.

Dengan Perubahan itu pemerintah berharap industri asuransi dapat menjadi salah satu pilar perekonomian Negara. Ini bukan harapan kosong. Pertama 80 persen asset industri ini ada di dalam negeri. Dan kedua, sector ini dapat menyerap tenaga kerja. Dalam kondisi pasar seperti saat ini saja, industri mampu menyerap 105 ribu tenaga kerja.

Dengan ragam inovasi produk, asuransi seharusnya diminati. Tak saja hanya sebagai perlindungan, tapi terutama bagi investasi. Tanda-tandanya sudah ada, meski tak terlalu cepat, jumlah pemegang polis terus meningkat dala lima tahun terakhir, begitu pula pendapatan premi, total asset dan laba perusahaan. Ini, tentu, tak lepas dari kepercayaan public yang terus tumbuh kepada perusahaan asuransi. Tak mudah memang memilih perusahaan asuransi yang terpercaya, karena ini menyangkut hubungan jangka panjang.

Yang pasti, manfaat asuransi harus dirasakan pemegang polis. Karena itu memang tujuan berasuransi : Mendapatkan perlindungan keuangan saat ini dan masa depan dengan mengalihkan resiko ke pihak ke tiga, dalam hal ini perusahaan asuransi.


Sumber : Majalah Prima Manulife

Tidak ada komentar:

Posting Komentar